Pemkot Semarang mengancam segel obyek wisata bangunan Lawang Sewu karena menunggak pajak. Kebijakan itu akan dilakukan karena pengelola Lawang Sewu telah menunggak pajak hiburan hingga empat tahun.
"Kalau tak tegas pajak di sektor hiburan tahun ini rendah," kata Kepala Bidang Pajak Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang, Agus Wuryanto, Jumat, 2 September 2015.
Agus mengaku sedang gencar mengecek wajib pajak dengan cara inspeksi mendadak atau sidak ke sejumlah tempat hiburan. Di antaranya ke Lawang Sewu yang selama ini dijadikan sebagai tempat pariwisata sejarah oleh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional IV Semarang.
“Kami segera melayangkan surat kepada pihak pengelola terkait permasalahan penunggakan retribusi,” kata Agus.
Ancaman penyegelan gedung bersejarah bekas kantor industri kereta api pertama di era kolonial itu mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang pajak daerah yang isinya semua penyelenggaraan hiburan wajib memenuhi kewajibannya membayar pajak. “Pajak itu besaran 20 persen dari harga tiket,” katanya.
Manajer Museum PT Kereta Api Indonesia Sapto Hartoyo mempertanyakan sikap Pemkot Semarang yang hendak menyegel Lawang Sewu. Sapto menyatakan kenapa baru sekarang dipermasalahkan. “Kenapa tidak sejak dulu diingatkan?” kata Sapto
Menurut dia, sejak dibuka tahun 2011, Lawang Sewu telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pendidikan dengan Surat Keputusan Nomor 57 Tahun 2011. Saat peresmian itu, gubernur menyatakan dukungan Lawang Sewu sebagai museum hidup dan tak perlu membayarkan pajak retribusi tiket. “Karena pendapatan tidak untuk keuntungan, tapi perawatan berkelanjutan,” kata Sapto menjelaskan.
Alasan itu dikuatkan saat diresmikan oleh Any Yudoyono yang meminta agar pemerintah melanjutkan bantuan perawatan ke Lawang Sewu. Menurut Sapto, pendapatan masuk ke PT KAI sebagai BUMN yang kemudian dikirim ke negara. “Secara otomatis setiap tahun dipotong pajak. Tak membayar pajak karena telah mengirim setoran ke PT KAI,” kata dia.
Sumber : Tempo